Rabu, 21 Desember 2011

ARIF

Pada waktu kecil, Lyan memiliki seorang teman bernama Arif. Mereka sering bercanda bersama. Arif anak yang lucu dan baik. Ketika Lyan sakit, Arif mengajak Tian untuk menjenguk Lyan. Tian yang semula tidak mau, akhirnya menerima ajakan Arif. Sesampainya di sana, Lyan sedang tidur, namun ketika Arif mendekat, Lyan terbangun dan menatap Arif. Arif pun menjadi salah tingkah dan langsung berkata, “ Aku diajak Tian ke sini.” Tian yang mendengar hal itu pun kaget dan hendak mengucapkan sesuatu, tetapi Arif segera menginjak kakinya. Di sana Arif hanya terdiam, sedangkan Lyan dan Tian saling bercakap gembira.
1 tahun kemudian, Arif pindah rumah. Tak ada yang tahu apa penyebabnya. Lyan cukup sedih dengan keadaan itu. Tian pun tak tega melihat itu, Lyan yang begitu terpukul di hiburnya. Tian menjadi teman pengganti Arif, meski begitu Lyan merasa ada seseorang yang tak pernah memberi perhatian tulus seperti Arif. Dan seseorang yang sesungguhnya mencintai dirinya.
Bertahun – tahun kemudian, Lyan sudah melupakan Arif. Ia tumbuh menjadi seorang gadis yang ceria. Sampai suatu kali, Lyan sedang tidur, tiba – tiba bayangan Arif muncul. Lyan terbangun dari mimpinya dan kembali merindukan kehadiran Arif. Lyan mencoba menepis mimpi dan bayangan Arif.
Esoknya, sepulang sekolah ia mendapat sebuah surat yang ditujukan kepadanya, namun tak ada nama pengirimnya di amplop itu. Lyan membuka surat itu, disana hanya bertuliskan, ” Aku seperti burung merpati yang telah menemukan cinta sejati, namun aku seperti kura – kura yang tak tahu bagaimana menggapainya. Arif. ” Lyan begitu terkejut melihat surat itu, terlebih di sana ada nama ’ARIF’. Lyan ingin sekali bertemu dengan Arif, tapi tak ada alamat pengirim. Harapan Lyan untuk bertemu Arif pun gagal.
Pagi hari saat ia akan berangkat ke gereja, ada sebuah surat lagi untuknya, dan berisi , ”Lyn, aku menunggumu. Datanglah malam ini ke gereja di mana kita biaisa bermain. Arif.”
 Lyan begitu senang dan terkejut. Ia segera memberi tahu Tian. Tian menyahut seolah – olah itu adalah hal yang mustahil. Namun, Tian tak tega memberi tahu Lyan yang sedang berbahagia itu. Tian hanya tersenyum.
Malam itu adalah Paskah, dimana Yesus telah bangkit dan menang atas maut. Lyan baru saja selesai ibadah Paskah. Lyan yang mengenakan gaun terusan berwarna putih anggun, duduk di bawah pohon yang dulu sering ia gunakan untuk bermain Petak Umpet dengan Arif. Lyan duduk menanti.
Mawar putih yang telah mekar dan harum berada tepat di wajahnya. Lyan tersenyum dan mengambil bunga itu seraya berdiri melihat sang pemberi bunga. Sang pemberi bunga adalah seorang laki – laki yang memiliki wajah yang sangat ia kenal. Arif!
Lyan begitu gembira dan langsung memeluknya erat seolah – olah menahan agar Arif tak pergi lagi. Mereka berbincang – bincang dan tertawa. Arif mengantar Lyan pulang ke rumahnya, dan saat pamit, Arif meminta Lyan untuk datang ke rumahnya besok. Lyan setuju.
Di pagi hari yang cerah, dengan sepeda motor Beat putihnya, Lyan melaju ke rumah Arif. Sesampainya di sana, Lyan di sambut hangat oleh keluarga Arif yang ternyata masih menganggap Lyan anak kecil sahabat Arif. Ketika Lyan duduk,  dia bertanya keberadaan Arif. Tiba – tiba keluarga itu tampak sedih dan segera megajak Lyan ke suatu tempat yang gersang. Dan sampailah mereka di bawah pohon kamboja yang rindang dan sebuah nisan bertuliskan,“Arif Setyabudi“. Lyan terduduk di depan pusara baru itu. “ Arif telah di panggil Tuhan 3 hari yang lalu. Sejak dahulu dia selalu mengingatmu. Dia jatuh cinta padamu sejak pertama kali mengenalmu.“, jelas ayah Arif.
Sekujur tubuh Lyan gemetar, ia berpikir, “ Bukankah 3 hari yang lalu adalah hari tentang Arif, di awali dengan mimpi itu, surat, dan kemarin, bukankah aku bertemu Arif? Lantas siapa yang memberinya mawar putih mekar?“ Lyan menangis, cinta pertama dan sahabat kecilnya itu telah pergi. Tinggallah mawar putih mekar yang tak pernah layu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar